Alkitab mengisahkan bahwa beberapa hari sebelum Yesus wafat di kayu salib, Dia memasuki Yerusalem dengan menaiki seekor keledai. Semua yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat. Tetapi ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya. (Lukas 19:37;41)  Banyak kata Yunani yang dipakai untuk kata 'menangis'. Ketika Yesus menangis saat Lazarus meninggal, kata yang dipakai adalah edakrysen yang berarti menangis meneteskan airmata. Tetapi dalam ayat di atas kata yang digunakan adalah eklausen yang berarti menangis amat sangat atau menangis tersedu-sedu.  Yesus menangis karena Dia melihat ke masa depan apa yang akan terjadi kepada Israel dan keturunan mereka karena penolakan mereka terhadap diri-Nya : tentara Roma akan menghancurkan bait suci pada tahun 70. Bahkan mungkin Yesus melihat genosida yang dialami jutaan orang Yahudi pada perang dunia kedua.  Bagaimana mungkin Yesus menangis tersedu-sedu, ketika begitu banyak orang mengelu-elukan diri-Nya? Hal ini menunjukkan isi hati-Nya terhadap Israel. Hati-Nya tidak dapat digerakkan oleh sanjungan, celaan ataupun teguran orang. Inilah salah satu teladan Yesus yang seharusnya kita ikuti.  Salah satu tanda dari kedewasaan seseorang adalah bahwa dia tak bergantung pada sanjungan orang. Saat ini kita seakan hidup dalam masyarakat yang menuntut penghargaan dan sanjungan dari orang lain. Kita bisa melihat banyak orang yang suasana hatinya sangat tergantung pada banyaknya 'like' di media sosialnya.  Janganlah kita memandang seseorang baik hanya karena terbuai oleh sanjungan orang itu, demikian juga janganlah timbul kepahitan ketika seseorang mengkritik diri kita.  Marilah kita belajar untuk mempunyai rasa percaya diri yang tidak bergantung pada pendapat orang. Dapatkan rasa percaya diri kita hanya dari Tuhan saja.  Puji Tuhan.